Rangkaian Puisi Rini Febriyani
SURAT CINTA
Lima musim hujan berlalu
Segumpal rasa ini lewat seperti alu
Aku adalah petani cinta
Yang menulis rasa-bukan hanya satu kata
Seikat rasa membuncah di lumbung rindu
Segumpal cinta menjadi puisi biru
Benih – benih rindu tak luput dari sujudku
Bibit-bibit cinta tetap tertanam
Di malam penantian-lahan do’a
Surat cinta ini bertulis namamu
Aku tak kan kalah
Pada belukar waktu
Aku tak kan resah
Pada jodoh belum bertemu
Percayalah…
Puisi biru kan terkirim padamu
Menjadi ” kita” dalam panen bersama.
Sumenep, 06 September 2018
BATU BIRU
Punggung keras itu muncul di depan pintu
Aku di belakang, diam-diam memandang
Penuh ragu
Kaukah itu?
Batu biru
Di permukaan gambar hati, wajahku menjadi mimikri biru
Seperti inikah?
Gambar sedetik pun berubah menjadi harapan-batu biru,
Aku tak dapat bersembunyi dibalik raja
Wahai …batu biru
Aku tak melupakanmu
Hanya saja…
Aku alihkan selamanya pada Maha Raja.
Pemilik pesona batu biru.
Wahai …batu biru
Aku hanya diam sebentar,
Untuk tak saling bergenang riang-api
Untuk saling bermunajat,
Menjadi Fatimah untuk seorang Ali
Sumenep, 13 September 2018
ABANG
Abang…
Aku menyampaikan kata ini untuk mu, Abang
Abang…
Aku ingin seperti Khadijah
Abang…
Menjadi seorang wanita yang halal, Abang
Sumenep, 13 September 2018
SECARIK KERTAS
Rindu itu menjadi hitam
Di atas meja, sendiri dalam diam
Harapan pun merekah
Aku tahu-abstrak bak liliput yang payah
Aku tahu-salah seperti benar yang kalah
Kertas hadir mengisi absen yang tak luput di bola mata
Buntu- air mata tak kandas pada asa
Tak mengapa, pena memilih jalan sendiri, bukan?
Dia yang tahu, deretan aksara tak akan susut, bukan?
Tak berarti,
Berubahlah,
menjadi peubah
Jangan beharap, kertas akan putih kembali
Seperti gua-pengap, aksara telah bersembunyi
Selembar kertas, menjadi berarti.
Sumenep, 04 November 2018
RINDU SAAT HUJAN
Para tentara berbalut rindu
jatuh menjelma rerintik hujan
mengapa do’a bertolak?
Gelas menjadi kosong
Aku tak ingin mengulang
Sungguh …
Aku rindu saat hujan
Seperti hatiku,
Kau selalu menghunjam-menghunus seribu pedang
Titik rindu kini lebam-putus oleh seribu ibu, hilang
Sungguh …
Aku rindu saat hujan
Kau tahu?
Hujan telah turun,
Cecap rasa hujan, seasin kata-katamu
Deras potongan hujan, berabrasi mendalam
Kau tahu?
Aku berkaca pada riak air yang keruh
Tak tampak wajahku.
Kau juga, bercerminlah pada riak air yang keruh
Apakah kau menemukan wajahmu?
Sungguh …
Aku rindu saat hujan.
Sumenep, 10 November 2018
Namaku, Rini Febriyani. Lahir di kota garam, Sumenep-Madura. Harapan yang selalu diperjuangkan menjadi seorang penulis. Seorang penulis yang bukan hanya mencurahkan rasa hati. Tetapi berkarya untuk suatu kebaikan. Abstrak bukan berarti tidak ada, namun berusaha di balik bintang yang cemerlang. Jayalah Literasi Indonesia. Email: rinifebriyani22@yahoo.co.id