Sepilihan Puisi Safrina Muzdhalifah

Sepilihan Puisi Safrina Muzdhalifah

MENCARI TUHAN
Manakala jerit melangit
Tanah basah darah dan ludah para bedebah
Begitu pula kebungkaman dunia yang hanya ternganga
Aku mencari Tuhan

Di antara kebiadaban yang dimerdekakan
Gegap gempita pesta upacara kematian
Serta berbagai senjata meluluh lantakkan kemanusiaan
Aku berpikir menemukan Tuhan

Meski hidung, mulut, telinga, mata, kaki juga tangan
Bahkan akal sehat dan kebenaran
Satu persatu binasa dengan ledakan
Aku bersikukuh akan menemukan Tuhan

Namun kemudian, sebelum reda air mata penuh do’a
Di atas jiwa-jiwa yang terjajah resah
Tuhan menitipkan salam untuk semesta
“Bila semerbak aroma surga di udara, maka Palestina adalah sumbernya”

Batangbatang, 16 Juli 2016


ENGKAU MASIH SURGA
Rintik hujan September tak lebih berisik dari kecemasan yang mengusik
Manakala pekabar itu menggelegar layaknya halilintar
Wujudmu bergetar di atas belukar, aku terkapar seumpama pesiar
Lama tersasar
Ingin aku terpejam damai, Bu.. sebagaimana laut tanpa badai
Sama halnya tempo lalu,
saat ayat-ayat yang kita semedikan dalam khidmat belum berkhianat
Namun kesenjangan ini demikian pongah memasuki rumah
Berkeliaran dari halaman hingga reranjang tempat kita biasa menjamu tenang
Dan tahulah Bu.. air matamu adalah derita yang barangkali lebih sengsara dari ketakberdayaan rakyat Rohingya
Karena itu aku ingin tetap menemukanmu Bu ..
Meski seluruh jalan menuju ingatan telah melupakan
Bahkan bila hujan telah menghapus seluruh jejak kenangan
Selama engkau masih surga Bu ..
Duka-lara hanya sebatas canda

Pamekasan, 01 Oktober 2017


INGIN
Aku ingin menjadi angin
Bercengkerama ria dengan alam raya
Masih ingin menjadi angin
Melintas bebas tanpa batas
Di ruang semesta yang maha luas
Namun aku lebih ingin kembali pada puisi dan mimpi-mimpi
Yang menjadikanku;
Lebih menjanjikan dari cendekiawan
Lebih bermartabat dari para pejabat
Lebih suci dari kiai
Lebih mulia dari putri raja

Pamekasan, 07 Oktober 2017


INGAT
Dan aku segera ingat
Bagaimana kita terpikat malam yang tanpa kopi hangat
Berdialog dengan semacam penat
Demikian khidmat
Sesekali terdengar binatang malam bershalawat
Seolah menyambut kedatangan malaikat

Dan aku ingat
Betapa kita selalu sempat
Mencatat setiap kilat cahaya yang terlihat
Bersiasat untuk suatu niat dan tirakat
Nyatanya ingatan itu hanya lewat sesaat
Jalan nafasku pun tersumbat.

Pamekasan, 11 Oktober 2017


TADABBUR ALAM
Sebelum perahu itu menjauh
Kubiarkan jiwaku labuh
Pada keMaha BesaranMu yang utuh
Saat kudapati langit dan laut saling sentuh
Kemudian berpeluk
Tasbih, tahmid, takbir pun takluk

Lombang, 15 Oktober 2017


BUNGA RINDU
Bulu mataku jatuh
Di taman ingatan, kerinduanku tumbuh
Berbunga berpuluh-puluh
Harumnya diterbangkan angin hingga sudut paling jauh
Menyentuh setiap ruh dalam tubuh

Batangbatang, 21 Januari 2018


DI DEPAN PUSARAMU, GUS
Di depan pemakamanmu, Gus
Dimana dzikir dan fatihah mengantar risalah
Tentang negeri para bedebah dan langkah mengkhianati arah
Mataku basah membaca sejarah, yang anyir darah penjajah

Di depan para penziarah yang penuh pasrah, Gus
Ingin aku tuturkan segenap kecenderungan
Belakangan ini mencengkeram bahkan menistakan
Entah itu kekuasaan, kebanggaan atau kekalahan

Di depan pusaramu yang ramai do’a, Gus
Aku hendak membebaskan jiwa
Dari segala yang hanya seolah-olah ada
Namun terlanjur kugilai dengan sengaja

Batang-batang, 01 Januari 2018


ADA RINDU
Biarkan tangis kita pecah
Hanya di atas sajadah
Menjamah setiap resah
Yang buncah sejak pertama pisah

Barangkali kita sudah mencapai puncak
Dimana rindu-rindu tergelak
Menyaksikan ribuan kenangan tergeletak
Dan ingatan retak menyaingi jarak

Pamekasan, 20 April 2018


AGAMA PELACUR
Diam-diam ia menemui Tuhan
Pada waktu yang orang lain lupakan
Diam-diam ia menyimpan Qur’an
Dalam kepura-puraan yang jujur
Ia juga ingin berlindung
Dibalik rahasia cinta Maha Agung
Meski mata dunia hanya melihatnya sebagai mendung

Pamekasan, 17 April 2018


SEDERHANA
Selain cinta yang tanpa karena
Aku ingin kita kekal
Meski tak sekekal Tuhan,
Dalam kepastian yang menenangkan

Pamekasan, 10 Juni 2018

 


Safrina Muzdhalifah, putri bungsu yang lahir di ujung timur daya Madura tepatnya Totosan Batangbatang pada 28 April 1998 senantiasa menggilai sepi dan puisi sebagaimana menggilai ketenangan. Sekarang sebagai mahasiswi Tadris Bahasa Inggris IAIN Madura dan bertempat tinggal di Asrama Puteri Khadijah Pamekasan. Bisa di temui di akun Fb: Saff Email: bulir.air@yahoo.com WA: 083852559863

Jejak Publisher

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.