Puisi-Puisi Honorius Arpin

POLITIK AWAN
Awan hitam putih menari di langit hitam
Entah siapa yang menang?
Kita menunggu dengan sabar
Tanpa kabar yang jelas, kala gerimis datang bersama pelangi warna-warni
Siapa yang mati?
Awan hitam atau putih?
Ah… aku lupa, mereka hanya menari
Melebur hancur lalu menyatu;
Jadi awan abu-abu
Lalu kabar siang pun hilang,
Dimakan petir yang menggetarkan buana.
Awan-awan beranak pinak
Kelabu tetap kelabu;
Seperti awan abu-abu, lalu hujan datang bersama pelangi hitam putih
Sekadau, 2 Mei 2018
KANVAS WAKTU
Pagi yang dirindukan telah pergi
Bersama kenangan yang mati
Maju mundur kehidupan telah diatur;
Oleh pemilik waktu atau waktu itu sendiri
Langit hanya lah kanvas lukisan
Indah dan suram tergantung perasaan
Jadi…
Rindu yang kau tanamkan tak kan mati
Karena…
Malam adalah pagi yang sembunyi di punggung waktu
Sekadau, 3 Mei 2018
KONSPIRASI PAGI
Hawa menyunyi akan hadirnya pagi
Kokok ayam ditelan rintik hujan
Gulita terasa kian pekat
Rasanya malam masih melekat di bibir
Surya masih sembunyi di punggung awan;
Yang hitam dan kian hitam
Apa mungkin awan dihanguskan surya?
Tak mampu menahan tangis
Lalu hujan turun basahi
Entah lah…
Tapi semilir angin berbisik di rungu:
“konspirasi sering terjadi dan netra tak jarang dibutakan pagi”
Sekadau, 3 Mei 2018
SAMPAH
Hamparan bintang jadi kasur kayangan
Tertidur di atasnya, dituntun mimpi menuju surga abadi
Bisa menggenggam segala ada
Dunia seakan mengerucut
Disimpan dalam saku depan
Dibawa ke mana?
Terserah kaki yang melangkah
Namun semua hanya sementara
Mimpi tak mampu memaksa rasa dahaga
Dunia nyata; aku yang tergenggam
Disimpan ke dalam saku
Lalu dibuang sebagai sampah
Sekadau, 2 Mei 2018
SENYUMMU
Telah kusiapkan landasan untuk senyummu
Agar selalu singgah dalam rumah hatiku
Namun aku tak menyiapkan helikopter untukmu lari
Biar pergi senyummu, tak pernah terjadi
Kala luka yang perih, karena ditinggal kekasih
Obat merahku hanya senyummu merekah
Aku ingin bumi membelah diri
Satu bagian untuk penghuni bumi
Dan satu bagian untuk kita nikmati
Jiwa raga ini tak ingin mati sampai mati
Biarkan hidup jadi candu dalam nadi
Aku tak ingin purnama
Aku mau setengah saja
Seperti senyummu yang indah, tak kan mampu dilupa
Sekadau, 1 Mei 2018
NISANKU
Dalam nisan yang kau tanam
Tak ada nama yang terukir
Apa berarti cinta masih hidup?
Entah lah…
Tapi ibu pergi karna cinta
Dan aku hadir karna nama
Bila memang cinta yang kau kubur
Ukir namaku dalam nisanmu
Sekadau, 3 Mei 2018
MAYAT HIDUP
Dan aku masih tinggal dalam kesunyian malam
Menunggu kabar kematianmu
Menjura pada ketidak maluanmu
Yang hancur lebur, tercerai berai; suram
Ku biarkan cangkang ini mengeras
Tak tertembus oleh sapamu
Kau pikir aku ingin hingarmu?
Ragamu mati saat padaku,
Biar saja mati sekalian
Pelita tak kan berarti tanpa sumbu
Terang tak kan ada tanpa gelap
Aku semakin tidak peduli
Mati saja dalam pasar
Sekadau, 29 April 2018
Honorius Arpin. Lahir 26 tahun yang lalu. Karyawan swasta yang menjadikan menulis puisi sebagai pelepasan penat setelah bekerja. Hanya pernah menjadi kontributor dalam beberapa antologi puisi, salah satunya buku “mamihlapinatapai”, dan berharap kelak punya buku antologi puisi sendiri. Dapat dihubungi lewat:
FB: Honorius Arpin