Sehimpunan Puisi Aras
VAKANSI[1]
/1/ | Para penjaga. Gerbang penyambut tiba
Jalanan menurun yang menunggu Mendecak jiwaku menatap hamparanmu perkasa |
|||
/2/ | Bukti-bukit ilalang
Tanah kering nun gersang Sanggupkah mengusik hening air wadukmu yang tenang? |
|||
/3/ | Angin merayap ke hati dan pikiran
Perlahan nuansa mengangkat segala beban Perlahan semesta menguak seluruh risauan Perlahan : ku kecup wajahmu dalam puisi Tentang kagumku di Bajulmati |
|||
/4/ | Lensa kamera. Senjakala
Ku rekam hadirku dalam citra Sampai jumpa! Selamat tinggal! Semoga dirimu kekal! |
TAK ADA YANG TERTINGGAL DI PELABUHAN INI
Merak. Senja yang memerak
Sauh kapal yang mulai beranjak
Gelombang, angin : dari buritan perlahan menggasak
Bukit-bukit hijau. Asap-asap risau
Bayang wanita parau berdiri di sisi kau
Tak ada yang tertinggal di pelabuhan ini
Tidak juga pagi, tidak juga ini hari
Tidak tentang ia dan dirimu
Tidak jua denganku
Selamat tinggal!
Sampai jumpa kalian, hai Binal!
Cilegon, Februari 03 (2018)
BOJONEGARA
Dari mana datangnya rindu
jika bukan dari hijau ladang dan bukitmu?
Yang dihujani tangan abdi bumi penuh bhakti
Yang dihujami kaki penarik pedati dan lenguhannya yang sakti
Dari mana datangnya asa
jika bukan dari senyum penghunimu di sana?
Yang tak risau walau armada culas mengangkuti pasir dan cadas-cadas
Yang tak pernah merasa pantas mengutuk pedas
sekalipun nanti gumuk-gumukmu menyirna dan amblas
Cilegon, Februari 03 (2018)
ANYER – CARITA
Kepada ombak aku bersapa
Selalu saja debur jawabnya
Kepada angin aku menyapa
Selalu saja siut sahutnya
Jalanan yang panjang
Pantai yang terpajang
Jauh di sana ufuk biru menghadang
Nyiur-nyiur lambai bertembang
Sesekali awan datang : menyeringai girang
“Ada juga teman bagiku menari” ujarnya kemudian pergi
Hilir mudik para pendatang
Bus-bus yang beranjang
Tubuh-tubuh yang bertandang
Apakah dicarinya hingga kemari?
Basah air samudera
atau jejak sejarah di jalanan yang mereka lewati?
Mercusuar, titik nol
Hingga Carita hatiku mendongkol
“Mengapa kagumku tak habis-habis?”
Burung camar pun terbahak ceriwis
Kepada senja aku bersapa
Selalu saja jingga jawabnya
Semoga esok jumpa
Semoga esok kau masih ada
Cilegon, Februari 03 (2018)
SIMPANG TOL CILEGON TIMUR
Perempuan itu muram dengan tas jinjingnya. Sementara itu debu-debu; sementara itu aur rindu : menguak pagi yang kelabu. Hujan semalaman tadi berhenti walau mendung masih menggelayuti. Mengapa tak kau deraskan sekalian, hai Awan?
Laki-laki menghampiri : “Mau kemana? Serang? Rambutan?” “Aku mau ke tanah lapang dimana cinta bukan sebuah kenestapaan?” Laki-laki itu pergi. Mengapa aku bicara dengan orang putus cinta, makinya sendiri.
Waktu terus berlari lewat detik arloji ciptaan Marsinah. Sementara itu uar udara mengukus resah. Gerah. Hujan rasanya akan kembali tiba. Perempuan itu semakin muram. Air matanya kubang menenggelam. Mengapa tak kau biarkan hujam, hai Madam?
Rintik jatuh. Suara itu tiba-tiba menyuluh. Perempuan itu memalingkan muka. Tampak laki-laki itu mendekatinya. Bibirnya terlipat. Pipinya memucat. Raut mukanya sendu berlipat-lipat. Laki-laki itu kian dekat. Kian dekat. Kian dekat. Lalu dengan jantan penuh lembut mendekap. “Mari pulang, Istriku! Anak-anak dan aku penuh rindu menunggu.” Perempuan itu menguak tangis dendang. Langit itu seruak kuyup meradang. Bumi kian basah. Oleh tangis awan; oleh tangis perempuan itu yang sadar jikalau hidup tak selamanya soal kepahitan. Tak.
Cilegon, Februari 03 (2018)
ARAS adalah nama pena Anggarian Andisetya, perantau penikmat sastra yang (masih) berjuang menyelesaikan kumpulan cerita pendeknya. Sole traveller kelahiran Kota Tape (Baca : Bondowoso) yang paling kangen dengan momen mudik ini bisa ditemui di :
- Facebook : https://www.facebook.com/Anggarian.Andisetya
- Email : andisetya@gmail.com
- IG :@aras.andisetya
- Blog : “Jejak-Jejak Manyar”
Credit Gambar: http://oppmerak.dephub.go.id
[1] Pernah dipublikasikan melalui media sosial pribadi (IG : @aras.andisetya dan Facebook : https://www.facebook.com/Anggarian.Andisetya ) pada tanggal 30 Juni 2017, dengan beberapa penyempurnaan.