Cermin
Rita berdiri mematung, melihat dirinya di balik cermin. Begitu cantik tubuhnya dibalut gaun putih selembut sutra. Sinar matahari senja menyinari seisi ruangan yang penuh dengan gaun, namun gaun yang melengkapi tubuh Rita yang paling indah. Tidak henti-hentinya melihat cermin. Berputar ke kanan, berputar ke kiri, melihat sisi belakang, Rita mengagumi gaun yang akan ia gunakan saat pernikahannya lusa depan. Kemudian Rita berhenti sejenak, menatap cermin dengan tajam. Terlihat sosok berjas hitam di belakangnya dan memegang bahunya. Rita terkejut dan sontak menoleh, ternyata sosok itu adalah Dino tunangannya.
“Bagaimana gaunnya?” Tanya Dino
“Bagus, aku menyukainya”
“Baiklah, aku mengira kau tidak suka”
“Tidak, ini sangat indah. Aku merasa cocok untuk memakainya lusa depan”. Dino tersenyum menanggapinya.
“Baik, ayo kita keluar”
“ Ya tunggu, masih ada yang ingin aku lihat”
“Baik aku akan tunggu di mobil”
Setelah itu, Dino keluar meninggalkan ruangan tersebut. Rita masih mengagumi gaun yang membalut tubuhnya. Setelah beberapa lama, Rita mengganti pakaiannya, sekarang pakaiannya jadi tidak seindah gaun tersebut. Rita bergegas keluar, derap langkahnya terburu-buru. Tanpa sadar sebuah kertas terjatuh dari tasnya. Rita tidak tahu kertas apa itu, setelah dia lihat terdapat tulisan “Jadilah Bahagia” terlukis di sana. Rita tersenyum membacanya. Kemudian kertas itu disimpan dalam tasnya.
Mobil silver terparkir di luar, Rita masuk ke dalamnya. Di sana sudah ada Dino yang sedang menunggu.
“Sekarang ke mana kita?” Tanya Rita.
“Nanti kita lihat saja”
Dino menyalakan mobil dan berjalan dengan kecepatan sedang menyusuri jalan yang mulai dihiasi nyala lampu jalanan. Sepanjang jalan mereka bercakap-cakap, membahas hari lusa yang berada di depan. Berharap akan hal-hal yang indah. Tidak terasa suasananya mulai sunyi. Setelah cukup lama perjalanan, mereka berhenti pada sebuah toko kue. Dino mengajak Rita ke dalam. Dia menunjukkan sebuah kue yang terlihat enak, tertumpang sangat tinggi.
“Inilah kue pernikahan kita” ucap Dino
“Wah hebat, bagaimana rasanya?”
“Cobalah! Rita mencicipi secuil krim lembut yang melapisi kue tersebut.
“Bagaimana?”
“Rasanya enak”
“Baiklah, ayo kita keluar”
“Tunggu sebentar, ada yang ingin aku lihat”
“Baik, aku akan tunggu di mobil”
Kemudian Dino keluar meninggalkan Rita yang masih mengagumi kue tersebut. Rita mengelilingi kue yang tertumpang tinggi itu. Dia membayangkan kue tersebut berada di meja makan ketika upacara pernikahannya. Rita melihat sebuah kertas terselip di antara nampan kue, kemudian Rita mengambilnya. Terdapat tulisan “Jangan Pernah Lupa” terlukis di sana. Rita tersenyum dalam kebingungan. Dia bertanya-tanya apa tujuan Dino? Namun dirinya acuh, dimasukkan kertas itu ke dalam tasnya.
Rita berjalan keluar. Rita masuk ke mobil, Dino menyalakan mesin dan kembali melanjutkan perjalanan.
“Sekarang kita ke mana?” Tanya Rita lagi.
“Nanti kita lihat saja”
Rita mulai bingung, pertanyaan yang sama dan jawaban yang sama. Apa sebenarnya tujuan Dino? Mengajaknya berkeliling dan setiap tempat yang disinggahi ada sebuah kertas dengan bentuk dan ukuran yang sama terlukis tulisan yang berbeda. Seperti sebuah kejutan yang akan diberikan oleh Dino seperti biasanya. Setelah cukup lama perjalanan, mereka berhenti pada sebuah tempat penuh bunga. Dino mengajak Rita masuk ke dalam sebuah ruangan dan menunjukkan sebuah rangkaian bunga yang sangat indah.
“Inilah rangkaian bunga yang akan kau bawa untuk pernikahan kita” ucap Dino.
“Ini indah sekali”
“Aku tahu kamu suka warna merah, jadi bunganya dominan mawar”
“Tidak masalah, aku suka. Ini sangat indah”
“Baiklah ayo kita keluar”
“Tunggu dulu, ada yang masih ingin aku lihat”
“Baik, aku akan tunggu di luar”
Dino keluar, Rita berdiri menggenggam bunga tersebut dengan kedua tangannya. Terlihat sebuah cermin di dekatnya. Rita kembali melihat dirinya dengan bunga-bunga itu, membayangkan dirinya berjalan menuju altar pernikahan. Berjalan dengan anggun menggunakan gaunnya yang tadi dikenakan. Asyik berada dalam angan, tak sadar secarik kertas jatuh dari rangkaian bunga itu. Rita mengambil kertas itu dan membaca tulisan yang tertoreh di sana. Serentak Rita kehilangan senyumannya setelah membaca, dirinya mulai sangat bingung. Kata-katanya mulai jadi aneh, “Kesedihan Akan Datang” tertoreh dengan tinta merah. Namun Rita mengacuhkannya, tetap dia masukan kertas itu ke dalam tasnya.
Rita keluar ruangan dan masuk kembali ke mobil. Dino yang menunggu, menjalankan mobilnya menyusuri jalan dalam malam.
“Sekarang kita ke mana?” Tanya Rita.
“Pulang” Rita kaget melihat reaksi datar Dino, jawabannya berubah. Ucapan Dino tidak memberikan misteri lagi.
“Pulang? Jadi kita tidak pergi lagi ke suatu tempat”
“Tidak, ini sudah malam. Saatnya kita pulang”
“Terus tujuanmu mengajakku berkeliling?”
“Aku kan sudah beri tahu kamu tadi pagi, kita akan melihat-lihat semua persiapan untuk pernikahan kita. Semuanya akan dikirim besok” Rita terkejut, tidak ada maksud tertentu dari Dino.
“Sudah semua kan, apa ada yang kurang?”
“Tidak semua sudah lengkap” jawab Rita tersenyum. Namun senyumannya menyembunyikan kebingungan.
“Baiklah, sekarang kita pulang”
Setelah beberapa lama perjalanan, Dino menurunkan Rita di rumahnya. Kemudian Dino memacu mobilnya. Meninggalkan Rita yang masih berdiri di depan gerbangnya. Tampak senyuman menghiasi wajahnya dengan penuh kebingungan.
Malam semakin larut, Rita kembali berpikir pada setiap kata-kata yang tertulis pada kertas. Dia tidak bisa tidur di kamarnya yang sunyi. Di bongkar kembali tasnya dan diambil semua kertas yang tadi. Rita membaca satu-satu dari ketiga kertas itu. Tampaknya seperti sebuah teka-teki atau sambung kata, jika dirangkai akan memunculkan sebuah kalimat. Beberapa saat kemudian, Rita menemukan kalimat dari susunan ketiga kertas itu berdasar urutan dia mendapatkannya “Jadilah bahagia, jangan pernah lupa pada kesedihan yang akan datang” Rita tidak mengerti maksudnya. Pada siapa dia akan bersedih. Rita merasa bingung, kalimat itu jadi berarti sangat mengerikan. Mungkin akan nada kesedihan yang akan menghampirinya. Konotasinya buruk, untuk apa Dino membuatnya? Rita tidak tahu, tapi sikap Dino tidak menunjukkan semuanya telah dipersiapkan, bukan seperti sebuah kejutan kepadanya. Rita tidak peduli lagi, pikirnya ini semua kebetulan. Kemudian, Rita merebahkan tubuhnya dan mulai tertidur.
Setelah hari persiapan berakhir, saat yang paling ditunggu Rita akhirnya tiba. Tidak ingat lagi dirinya pada teka-teki itu karena pikirannya telah dipenuhi oleh kebahagiaan. Sebuah taman tersulap menjadi tempat pesta untuk pernikahan Dino Rita. Upacaranya cukup megah, semua teman, kerabat, dan sahabat berkumpul bersama. Sebuah karpet merah menjulur panjang menuju altar pernikahan. Di sana Dino menunggu bersama seorang pendeta tua. Tampak sebuah mobil menurunkan seorang gadis. Dia adalah Rita yang tampak sangat cantik. Rita menggunakan gaun dan membawa bunga yang indah, membuatnya terlihat sangat anggun. Dengan iringan, Rita berjalan menyusuri karpet merah yang mengantarkannya menuju altar. Langkahnya sangat pelan. Sesampainya di altar, Dino menyambut dengan uluran tangannya. Sedangkan pendeta sudah siap dengan kitabnya. Dino dan Rita berhadap-hadapan. Senyuman terpancar di antara mereka berdua. Dino terlihat gagah, Rita terkagum-kagum melihatnya. Mulai terbayang masa depan Rita bersama Dino sebagai suami istri, sungguh hari-hari yang indah. Angannya membuat Rita tidak terlalu mendengar ucapan dari Sang Pendeta.
Tiba saatnya mengucap sumpah setia, Dino menggenggam tangan Rita. Kata pertama hendak diucapnya mengulangi ucapan pendeta, namun suara letusan mesiu mendahuluinya dengan cepat. Suaranya terlalu keras, terdengar hingga tiga kali ledakan. Semua orang kaget, Rita terkaget sampai kepalanya tertunduk. Semua orang panik, berlarian dengan ketakutan. Rita menutup matanya, tidak terlalu melihat sekeliling. Setelah dia buka, semuanya berantakan. Rita berpaling kepada Dino, dilihatnya Dino tersungkur dengan dada berlumuran darah. Dinolah orang yang ditembak, orang-orang mulai mengerumuni Dino dan Rita, berusaha memberi pertolongan.
Rita memanggil nama Dino yang berada di bawah sadarnya. Mata Rita mulai menitahkan air mata, tidak kuat lagi menahan tangis. Rita memeluk tubuh Dino yang tak berdaya. Kemudian mereka dipisahkan oleh orang-orang yang berusaha memberi pertolongan pada Dino. Tubuhnya dibawa ke sebuah mobil. Semua orang berada dalam kepanikan, suasana bahagia berubah jadi huru-hara. Sebagian mencari dalang penembakan, sebagian membawa Dino ke rumah sakit.
Tinggal Rita sendiri, termangu di atas altar. Terdiam dan menangis. Gaunnya yang putih dan lembut, kini terwarnai darah merah Dino. Sebuah cermin besar terpampang di sana, Rita bangkit dan melihat dirinya dalam kesedihan. Berlumuran darah, air mata mengalir deras membasahi wajahnya. Tatapannya berbeda ketika melihat dirinya di cermin ketika itu, penuh kesedihan. Kemudian, tampak sosok berjas hitam berdiri di belakangnya dan memegang bahunya. Rita terkejut dan sontak menoleh, ternyata itu adalah Dino tunangannya.
Nama asli saya I Gede Santana Wiratmaja, Sujana Wiratama hanyalah sebuah nama pena. Saya adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Negara, Jembrana, Bali. Saya berumur 16 tahun. Akun facebook saya Santana Wiratmaja, untuk WA bisa hubungi 081999646509.