Sepilihan Puisi Desi Komalasari

Sepilihan Puisi Desi Komalasari

MENUNGGUMU

Jika saya dedaunan kering
Maka kamu akan bersedia menjadi angin?
Jika saya menunggumu agar bisa terbang
Boleh saya tanya kapan kamu akan datang?
Apakah kamu terhalang jarak?
Saya sudah terinjak oleh para penjejak
Jadi, kapan akan datang?
Menunggu musim hujan menerjang?
Agar saya terbawa hujan
Kemudian hilang tak ditemukan

Majalengka, 6 Juni 2017


AKULAH GELANDANGAN ITU

Aku laksana embun yang singgah di kuncup bunga
Hadir kala malam masih sehitam jelaga
Merayap kala embusan angin menerpa
Jatuh kala kuncup bunga binasa

Aku bagaikan daun pada ranting pepohonan
Tanggal kala tubuhku sudah berubah kecokelatan
Diinjak oleh mereka yang tak berperasaan
Hingga hilang tak ditemukan

Aku seperti air sungai yang mengalir
Kadang naik ke hulu, kadang terjun ke hilir
Kadang dimanfaatkan oleh si fakir
Kadang cemari oleh si kikir

Aku ibarat bumi yang berotasi
Berkeliling mencari sesuatu yang tak pasti
Bertegur sapa dengan mereka yang hanya basa-basi
Lalu mereka melenggang pergi tanpa permisi

Mengertikah kalian pada posisiku?
Mengertikah kalian pada perasaanku?
Mengertikah kalian pada jerit dan rintihan tangisku?
Mengertikah kalian pada rasa sakit akibat tusukan sembilu?

Aku ingin berteriak
Pada mereka pejabat-pejabat yang tamak
Yang hanya bisa membuat hidupku terkoyak
Yang tak pernah peduli pada wajahku yang samak

Aku ingin mengadili mereka
Para penista yang hidup bergelimang harta
Yang hanya mementingkan kehidupan dunia
Dan sering kali mencemooh gelandangan secara nyata

Sadarkah dia bahwa ada yang menderita akibat ulahnya?
Sadarkah dia kalau kelak neraka menantinya?
Sadarkah dia bahwa Tuhan membencinya?
Dan sadarkah dia gelandangan sepertiku selalu mengharapkan kematiannya?


BERITA KEMATIANMU

Rintik hujan bercampur duka
Bau tanah bercokol bersama
Gelegar bak meriam begitu menggema
Aku menggigil tak berdaya

Aku berjalan melanglang buana
Berharap kita ‘kan bersua
Setelah lama tak berjumpa
Dapatkah kita kembali bersapa?

Inikah kejutan yang ingin kautunjukkan?
Yang dulu sempat kaupersiapkan
Untukku, kaupersembahkan
Benar, tidak mampu untuk kulupakan

Katamu, kau akan tinggal
Hingga kita sama-sama meninggal
Kau sendiri lebih dulu tanggal
Aku merasa ada yang janggal

Katamu, cinta adalah tentang perjuangan
Perjuangan harus disertai pengorbanan
Pengorbanan harus disertai kerelaan
Maksudmu, aku harus mengikhlaskan?

Mengapa netramu tak lagi berbinar?
Mengapa senyummu tak lagi mengumbar?
Mengapa jasadmu terkapar?
Jelaskan padaku lebar-lebar!

Kejutan itu … kejutan tentang kematianmu
Adakah yang lebih buruk dari itu?
Adakah sesuatu yang lebih nahas dari itu?
Sekali lagi … tolong jelaskan padaku!

Bukan aku tak rela
Namun, hati ini begitu lara
Ingin rasanya menjatuhkan diri dari menara
Agar aku bisa menyusulmu ke surga


FAKTANYA ADALAH KAU PERGI

Mentari tertidur di balik awan hitam
Angin berembus menusuk hati yang kelam
Sepenggal rindu kembali menyelam
Di antara kepingan kenangan yang suram

Bulir air hujan mengikis air mata
Menenggelamkan ilusi yang sudah tertata
Bilamana hati sudah tak cinta
Mengapa harapan masih tercipta?

Jika perpisahan membuatmu lega
Jika pergi membuatmu bahagia
Jika air mataku tak membuatmu mengiba
Mengapa kau masih setia bersama luka?

Kejar apa yang seharusnya dikejar
Meski rasa sakitku kian menjalar
Harapan adalah mercusuar
Penerang yang terus memancar

Tubuhmu tak lagi mampu kugapai
Jika aku berlari, aku akan capai
Kucoba terbang dengan lihai
Namun, nyatanya aku tak terlalu pandai

Logikaku sempat bertaruh dengan intuisi
Instingku bermain-main dengan halusinasi
Mimpiku berperang dengan fakta yang terjadi
Menerka apakah kau akan diam atau memilih pergi

Satu detik yang lalu kauikrarkan kata perpisahan
Pada detik berikutnya kau melangkah perlahan
Lalu detik selanjutnya aku menangis tertahan
Dan detik-detik setelah itu aku merasa kehilangan

Fakta yang terjadi memenangkan pertarungan
Perpisahan detik itu meninggalkan kenangan
Ternyata cinta tidak selalu menyenangkan
Lalu jalan terbaik adalah melupakan


AKU PULANG

Semesta masih menyaksikan kepedihanku
Malam gelap yang hanya dihiasi lampu temaram
Di sepanjang jalan mengiringi kepulanganku
Kendaraan beroda empat masih sempat untuk mengantarku
Ah, malam Jumat yang mencekam
Di balik kaca jendela buram aku masih dapat menyaksikan pertokoan
Yang sudah tertutup rapi
Karyawan dan buruh pabrik sudah lebih dulu lenyap dari kantornya
Deru mesin kendaraan semakin meraung menyapa telingaku
Malam sudah sehitam jelaga
Sedangkan aku masih merapalkan doa.

Majalengka, 4 Mei 2017


CINTA

Kutulis sebuah puisi bertema cinta
Walaupun aku sadar aku tidak bisa
Namun, tidak salah ‘kan bila kucoba
Untuk sekadar menghibur pembaca

Cinta itu manis, katanya
‘Pabila sudah mendekat
Maka akan melekat
Bak dibaluri perekat

Cinta itu lembut, katanya
Seperti lembaran kapuk
Tidak sedekil kain lapuk
Nyaman untuk dipeluk

Bagiku, cinta itu tidak manis
Yang manis itu, senyum Abang gulali
Yang memberiku gulali secara gratis
Ah, aku memujinya karena sudah diberi gulali

Cinta juga tidak lembut
Kasur kapukku yang lembut
Dan, em … mungkin juga kau
Maksudku … perhatianmu

Aku hanya ingin mengatakan
Oh … penjual bakwan di SMK
Dan batagor yang sungguh nikmat
Rasa cinta akan kalah dengan asupan makanan

Ah, memang cinta seperti itu, ya?
Sudah kukatakan aku tidak bisa
Diksiku itu-itu saja
Tidak ada yang istimewa

Majalengka, 24 Maret 2017


TUAN TAMPAN

Dia tetaplah pria yang sama
Selalu bersikap bodoh, hingga ia ceroboh
Dengan pelan berbisik menyelisik
Penyuka gerimis dengan hati yang miris
Tuan tampan dengan rona merah
Menyapaku dengan senyum ramah merekah
Haruskah kujawab?
Ah, aku takut terjerembap

Majalengka, 25 Februari 2017


JATUH

Entah harus bagaimana
Dia telah tersesat
Tidak tahu arah
Padahal peluh sudah membanjiri setiap lekuk wajahnya
Terbang ternyata jauh lebih menyenangkan dibanding hanya diam
Namun, di saat terhempas
Sakitnya tidak bisa tertandingi
Bukan dia yang egois
Mereka sendiri yang menariknya terbang
Orang itu tidak bilang padanya kalau jatuh itu rasanya sakit

Majalengka, 21 Februari 2017


Desi Komalasari, seorang pelajar yang masih duduk di bangku kelas X, di SMKN 1 Kadipaten. Bertempat tinggal di Desa Burujul Wetan, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka. Untuk keterangan lebih lanjut bisa hubungi via email desikomalasari373@gmail.com, id-line malmalks, dan facebook Desi Komalasari.

Jejak Publisher

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.