Sepilihan Puisi Tedy Ndarung

Sepilihan Puisi Tedy Ndarung

KAU TAK SAMA

Kaulah penyairku yang tenang
setiap riak sajakmu aku seorang pemenang
kelak malam
puisi itu dimulai
dan musik kesukaanku bunyi
kuajar kau bagaimana caranya mencubit tangan kananku
agar kubujuk bibir tuk bangunkan senyum yang tersembunyi
bagaimana caranya mencubit pipi kiri
agar romantis terakhir yang kau cari segera hadir
demi mulainya mulia kita dalam jiwa
Meski lentik lagu dan puisi selalu sama
aku tetap berdiri tegar berjuang untuk membedakannya
yang pasti puisi lebih lembut dari lagu
dan kaulah puisiku yang tak sama dengan perempuan lain
selalu kulukis jelas perbedaanmu dengan mereka
kau tak sama
duduklah di sampingku, manisku
menghitung berapa banyaknya kupu-kupu yang berkumpul di bajuku
yang tak seorang pun tahu kecuali kau
raihlah beberapa yang cukup terpanggil untukmu
untuk menjadi bahan perbincangan kita dalam bermain sepi
untuk menghamili puisi yang baru
yang enak
yang indah
yang…
agar aku cepat digelar penyair lagi

Wairpelit, 2017


GADIS PENUNGGU

Udara menjadi batu
batu menjadi tanah
langit menjadi puing debu
bumi menjadi abu
rambut lurusmu
kepala bersihmu
sejak kau memberikan kemesraan
pada lutut dan pipi dalam lembaran penantian
kutu mulai bertani di situ
lama sudah kau memetik detik
tiba-tiba nafas cakrawala sesak penuh burung yang kian kemari
burung itu mencangkul jantungmu yang kian membusuk
kau mati dalam kisah penantianmu
ada orang hitam di pintu bulan
berusaha membirukan warna langit

2017


MERIANG

Tuhan,,,
Tubuhku gelas
Nafas-MU tiupan salju
Lembut
Masuk membeku
Mengisi ragaku meriang
Tuhan,,,
Letakan matahari
Di sudut bibirku
Agar aku terbakar

Kost OSG, 2017


ABORSI

Sebelum mengenal mentari
malaikat tidur tanpa melepaskan  sandal
di atas kursi pemilik rahim
ia nyenyakkan raga
mimpi datang
angin menggiring perahunya ke tepi bulan
semua pewarta sabda
menghampiri langit
tiba-tiba di ujung langkah kaki mereka
dekat lidah ombak membuncah
terkapar bayi mungil
wafat bersama air kencing ibu kandungnya
Tuhan menangis
malaikat itu belum mengenal matahari

Maumere, 2017


APRIL

Suatu malam bulan April
di beranda rumah, kita serempak baringkan kisah
genit suaraku menggetarkan rahasia alam
tidak jauh
kubawakan sebuah pamit dan pergi
semuanya tak biasa kurasa
mulai dari tangga kita keluar menembak jalan raya
menemani tiang-tiang listrik
membunuh pernak-pernik cahaya  lampu
tak ada yang luar biasa kurasa
namun tinta hitam dalam pena si pencatat kematian belum juga habis
nyawa kita terlambat selamat
pena itu membunuh nama kita di perempatan lingkar luar
kita jatuh
jiwa kita melayang
memandang dari kejauhan langit
tentang sayap kita yang berdarah
tentang raga yang tak mampu berdiri lagi
jiwa kita terus ke atas
mengetuk rumah terakhir kita
sampai di surga orang-orang ramai menolak kita
impian kita tentang air terjun di surga yang indah belum sempat kita teriaki
kita harus ke neraka
satunya pintu yang mengekalkan kemungkinan kita
orang-orang ramai menolak kita
surga dan neraka menolak kita

II
Kembali ke Bumi
merapikan kembali puing darah kita yang tersungkur
menulis jelas lagi sayap dan punggung kita yang terluka
melihat orang-orang yang heran menatap mata kita
“jalan luas”
“udara segar”
“mengapa terjatuh?”
kita diam karena bahasa kita sedang dibedah
kita adalah manusia asing di malam kelabu
dengan energi yang masih tersisa
kita bangun
melihat sayap yang hampir lepuh
dengan cucuran darah yang tak pernah henti
Kawan, ada sepotong senja yang mengejar jiwa
segulung mega yang belum terbaca sebagai ayat suci
segenggam maaf terlupa, kawan

Maumere, April 2017


Tedy Ndarung, lahir pada tanggal 27 September 1996, di Lambur-Manggarai Barat-NTT. Fb: Teddos Ndarung, Twitter: Tedy Ndarung

Jejak Publisher

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.