Puisi-Puisi Muhammad Afiq Naufal
AKU DI DALAM HUJAN
Hujan datang karena cinta
Aku berada di dalamnya
Dikenangi racun-racun di otakku
Yang pergi dalam faedahnya
Aku di dalam hujan
Mengembara di atas imaji
Lalu berpetualang menentang rintang
Sampai halusinasi pergi dengan mentah
Aku ada di dalam petualangan
Meraba desir-desir cinta di dalam genangannya
Menebak di sela-sela rintiknya
hingga aku lupa:
Aku berada didalam hujan!
Perhatikan baik-baik tanda serunya
Jalan dan dentum kefasikan di dalam
Hilang yang memandang cinta.
ANAK TAK KENAL JARAK
Anak gelandangan merendam di jantung
kertas-kertasku
membersihkan diri dengan
diagnosanya sendiri
seperti bulan yang menidurinya
lalu menyeruak di dalam hiruk
Anak gelandangan berenang di paru-paru
puisiku
mendendang pilu dengan
menyalam lebih dalam
seperti burung yang membawanya
lalu menggertak di dalam penat
Anak gelandangan meluncur di urat-urat
kataku
berjelag menerka ujung laut
jung-ujung laut
ujung-ujung-ujung laut
seperti pena yang mengadu
lalu pergi dengan sendu
MALAM TIDAK PERNAH HILANG
Malam tidak pernah hilang:
dialirkannya waktu dan jarak.
Lalu kita renung sisa hari
menempatkannya bagai rasi bintang
Dan ketika ditanya: Kemana kau berjalan?
kita bebas memilihnya.
Dimana aku? kita merasakannya.
Malam tidak pernah hilang!
Dia hanya dipindahkan
waktu. ` Jangan cemas.
MAKA PADA SEWAKTU–WAKTU DIA DATANG
Dari balik jendela terselipkan dirinya dalam bentuk musim
Menjalar panjang menjadi bayang menghapus sisa-sisa
Hidup orang yang diserapnya dengan tabah
Dari balik pisau –dari balik sakit –dari balik penghujung
Dunia dia membunuh orang-orang dengan perlahan
Berjalan diatas lengkungan tubuhnya yang dibuang di dalam liang
Dari sela-sela jam dinding dia tanpa pernah meminta
Izin dengan takzim meggerakkan jarum-jarumnya
Dengan tergesa-gesa
Dari balik kertas dan pena dia bersembunyi kemudian
Datang dengan catatan baru tentangnya
Hingga dia selesai tertulis
Dari ujung selat cakrawala dia lalu datang
Hanya menyapaku “selamat pagi” “Selamat siang”
“selamat malam” selamat tinggal”:
Dan aku mati disini karenanya
MENU FAVORITKU
Aku sendiri dan air mata sepi
Kenangan datang dari sebuah sepi
Ibuku membuka
Sebuah pintu mata adalah tangis
Aku membunuh mereka dari tubuhku
Semua orang adalah orang gila
Dan suatu ketika
Masa lalu menyeliputiku
Dalam sunyi. Cahaya datang
Dari sebuah malam menutupi
Keranda mayat bagi semua
Yang telah mati dalam diriku
Aku sendiri dan air mata yang sepi
Maka pada hari yang lain
Keberanian dalam diriku
Menghapus semua orang
Dan menu di pojok ruangan
Melotot dari sebuah pilihan:
Aku sendiri dan air mata yang sepi
AKU LEBIH SUKA SENDIRI
Aku lebih suka sendiri daripada
Bersama semua orang tapi
Tidak ada.
Kita masih bisa menjemput bayang-bayang
Melekaskannya bermain dengan pertunjukan
Khayalan, dan tidak pernah ada
Yang memulai untuk memenggal jarak
Diantara kita.
Kita juga bisa membakar semua
Ruang, memecahkan mangkuk-mangkuk
Ibu dalam masa lalu,
Menelan setiap angin
Sebagai air yang mengalir deras,
Meletakkan kekacauan di setiap
Kolong-kolong kasur, dan
Tidak ada yang akan
Tahu sebermulanya.
Aku lebih suka terlahir
Dalam kesendirian di setiap
Pojok ruang yang terambang resah.
Aku mengambil orang-orang
Yang hanya menggigil kedinginan
Dan tidak ada yang tidak hampa
Dalam suara mereka.
Dan suatu ketika dia berteriak sangat
Kencang, dan menjerit –jerit dalam
Hatinya, dan tidak ada damba kecuali
Menemani ku dengan
Kesendirian masing-masing.
Muhammad Afiq Naufal. Lahir 3 juli 2002 di Pare-Pare. Saat ini masih menduduki bangku smp kelas 3 di Sekolah Insan CEndekia Madani. Hobi menulis dimana saja, kapan saja, dan apa saja. Dia menjadi puisi 100 terpilih ketika lomba di Jejak Publisher dan sebentar lagi akan merilis buku pertamanya.