Sehimpunan Puisi Dianovka Kusumastuty
GELINDRI
Di sudut ruang kaca kupeluk bayangmu yang mulai
limbung
setiap hari kau menarik-narik daun pintu, merusak kunci jendela,
mengosongkan memo hingga menggelontorkan ruh
kau mulai menerjemahkan resah pada langit-langit kamar
dari aksen dan aksara yang terus
menguning
dari tempias air langit
dari kelaparan,
yang mengoyak perut kabisat
dari puisi yang menggigil
aku terus memelukmu. sampai tubuh kita mengendur
tersapu angin sore
Cikini, 2015
MENGAKUKAN AKU, MENGAKUKAN KATA
-terasastra
/1/
katakanlah,
wahai penyair!
bahwasannya mengentaskan sajak
dan menimbun luka baru
: tak ubahnya nasib baik
mengukur tebal buku,
pada tiap kurun
satu belukar peluru
/2/
di tempurung kepala
kata-kata tak ubahnya kerumun manusia
berlomba-lomba,
merontokkan kebiasaan lama
menyusun tubuhnya
menjadi bacaan nadir
/3/
sementara
para cerpenis bunuh diri
di halaman kelima
mematikan dua-tiga tokoh utama
alur cerita dibiarkan mengular
beberapa sub-judul hengkang
kini
para cerpenis dibiarkan mati
bukan karena kopi,
melainkan cekikan para redaksi
/4/
tak ubahnya tanda baca
kata-kata terbang, membelah diri
mereka diboikot nalar-nalar
para tukang nulis
setiap hari tanda baca dan kata-kata
memilin tubuhnya
sampai kita lupa bahwa
tanda koma ialah jeda,
tanda titik memutus segala perkara
/5/
agaknya kita perlu menyadari
bahwa,
sebuah pengakuan
juga identitas diri
kerap tersandung pada biblio sampul depan
dan prakata
sibuk menanak kesalahan di masa lampau
hingga lupa
hakikat menulis yang sebenarnya
2015-2016, Bekasi
PERON ENAM MENGHANGUSKAN WAJAHMU
suatu hari segelas teh basi tanpa gula membawakan sisa kepedihan menahun silam
dengan langkah menderap, mengetuk pintu kamar penuh hati-hati
sesaat kupersilakan, dia merebah pada pinggir meja dekat ranjang
suaranya terdengar nyeri seperti duka yang tak kunjung membaik
teringat sebuah keberangkatan
semua perkakas diungsikan ke punggung. Kutanggalkan jaket tebal dilemuri sedikit bulu menenggelamkan seluruh tubuhku
segelas cairan kecokelatan basi tanpa gula. mematung sendirian tanpa cahaya ruangan dengan kantung ampas yang mulai mengendap
entah mengapa trotoar sore itu lebih bengis dari biasanya
ingus bocah peminta-minta lenyap seketika karena rambu lalu lintas, ibu mengeringkan peluhnya dan kembali memelas
suara speaker menitahkan limabelas menit lagi
kaki mengayun gelisah, sebuah novel Oeroeg dingin di genggaman, musik beraliran country memekakan telinga, dan kaleng arak menggelinding pelan
tidak ada pemberhentian pada pukul 16.53
kereta melesat, namun tetiba serupa engkau melambaikan tangan
menggeser ingatan, perlahan kental, kau melempar tatapan anyir
sekejap kusadar ini bukan lagi serupa engkau
dia memang benar engkau,
terseret ribuan kilometer
: melindapi kenangan
Rawamangun, 2015
AMSAL SEPASANG KEKASIH
Bibir yang berpagutan,
mesra.
angin melolong di sela-sela batang pohon
menyemai pandangnya ke arah kita.
Di atas ranting ringkih
Kau dan Aku melebur
dalam tatap tanpa nama.
Bagaimanapun,
Kita memang hanya burung.
Yang tewas dari pandang para pemburu.
Tapi soal bercinta,
makhluk Tuhan manapun akan sama.
Cumbu bukan melulu nafsu
Antara Aku dan Kamu,
Antara takut kehilangan bagai ranting
dengan cengkramnya.
Teruntuk seluruh manusia
Sejagat raya,
Sungguh cinta manalagi
Yang kalian ingin pisahkan?
2015
TOH
barangkali kepergian memang perlu kesengajaan. kau air laut dan aku asinmu. menggantungkan lazuardi di dadamu, kita lupakan mata Arimbi yang teduh. perempuan yang duduk di atas kursi terus berkilah. rambut keemasan serta sikap cenderung berbohong, membuat emosi pembaca kian meletup-letup.
sebuah pertanyaan tersingkap tentang manisnya iman sebuah pernikahan
: mengeringkan luka
Rawamangun Muka, 2016
KOPI DAN PAHITNYA (1)
: di bibir cangkir
meletup-letup seribu wajah
merembet ke dalam cairan hitam, kental, beraroma
kau terasa getir
dari biasanya
— merungsik para barista kenamaan, terduduk aku
pada sebuah kedai
lampu-lampu kekuningan
menajam ke arah dada
seakan memang tahu,
aku datang sendirian
Memagut aku pada—- seribu wajah
sekarang
Kopi Toraja membenamkan tubuhnya bersama susu
aku memesan tak panas
agar memorandum beku ini tak menghadirkan kau bersama seseorang yang lain
menghamburkan getir lebih bias
lagi
Kopi, pahitnya tak sama
dan wajahmu tertinggal dalam ampas
menyumbal,
bergumul,
Lengkap dengan luka menganga
Bekasi, 23 Oktober 2016
AYAT-AYAT KOPI
saat alif berada di awal kalimat
dan basmalah sebaik pembuka
: qaf melarung tubuhnya
Puan bersabda pada malam itu,
yaa Nabi salam ‘alaik dimanakah ketabahan meminum kopi sambil menggelontorkan ingatan lebam? — seketika wajahmu hancur, terlindas hujan kemarin sore.
dengan tartil
kau jadikan aroma ayat-ayat itu membumbung hingga tepat di atas ubun-ubun
mengacaukan asap-asap cerutu lelaki paruh baya di ujung daun pintu
ah, tartilnya kita
menanggalkan kerongkongan begini
apakah kretek dan kopi adalah kenamaan lelaki?
dan puisi,
juga ayat-ayat
bermukim pada matamu
“qaf melafadzkan, maka nikmat kopi manalagi yang engkau dustakan?”
Qaf, ayat-ayat kopi
Oktober 2016
SEKANAK KOPI
DNVK
pukul lima sore
langit begitu gaduh, atap sebuah warkop bergetar
limbung demi uang limaribu rupiah
kami bertiga asyik mengobrol di suatu kedai kopi Amerika
es kopi, dan sebuah cangkir kopi pinggiran
di sisi yang lain
—
sementara lalu-lalang bising katakata,
kita belum pernah semenyeruput ini
aku pernah gagal mengaduk kentalnya.
untuk wadah satu kali pakai
; Kau bersama kekasih barumu, Aku dengan pahit kopiku
Dianovka Kusumastuty, lahir di Jakarta 15 November 1994. Tinggal di Cibitung, Kabupaten Bekasi. Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta angkatan 2012 aktif di berbagai komunitas dan acara literasi di Bekasi. Tutor bahasa Indonesia di FAKTA BAHASA BEKASI, Penggerak Malam Puisi Bekasi, Ketua Umum KREASI SENI BUDAYA (KSB) SMK NEGERI 2 KABUPATEN BEKASI, anggota KLUB BUKU BEKASI dan KLUB BUKU INDONESIA.
Pada 2010-2012, menjuarai baca puisi tingkat sekolah maupun kota Bekasi antara lain: Juara 3 baca puisi tingkat SMK (2010), Juara 2 tingkat SMK (2011), Juara 1 tingkat SMA/K kota Bekasi (2012), Siswi terpilih mewakili sekolah se-Bekasi dalam Workshop Sastra bersama Helvy Tiana Rosa dan seluruh guru bahasa Indonesia se-Bekasi dan puisinya terpilih menjadi puisi terbaik menurut Kong Situn-Budayawan puisi dan pantun- pada penulisan budaya Bekasi (2011). Pernah terlibat dalam BENGKEL SASTRA JAKARTA UNJ, Semifinalis Paguyuban Abang Mpok Kabupaten Bekasi (PAMSI) 2014. Puisi-puisinya pernah dimuat RADAR BEKASI (2011-2012), Festival Teater Jakarta Timur (2010) bersama Teater ARAH Bekasi. Menjadi Narasumber sebagai Tokoh Terpilih dalam Koran FAKTA JAWA BARAT mewakili Kota Bekasi (FAKTA BEKASI) “Merajut Asa Lewat Sastra” Edisi April 2015. Pembaca puisi pada diskusi “Mengenal Seno Gumira: Mengenal Sastra, Mengenal Indonesia” di acara Bekasi Membaca, pengajar relawan bersama Fakultas Ilmu Pendidikan di Rumah Belajar COMDEV TEKO UNJ.
Bisa ditemui di:
dianovkavika.blogspot.com
dianovkakusumastuty[at]ymail[dot]com
terasastra.website
Wah keren puisinya.
Kak ajarin bikin puisi yang bagus.