Sekumpulan Puisi Mohammad Oktavino
LELAKI LUGU TAK BELAGU
Dari kampung pergi kekota,
menghitung hari
dari masa ke masa.
Melewati samudera yang melintang,
selat yang membisu
tanjung yang melirik.
Semua tlah berbeda dari apa yang telah mejadi mimpi,
ketika kaki ku pijakkan di daratan ini,
semua janji telah hilang ketika ia telah mengemudi.
Aku lelaki lugu dari kampung,
mencari sebutir beras dari janji yang pernah di ucapkannya,
terlalu piawainya ia ketika merasuki hati-hati.
Aku terlalu lugu tanpa menerka tujuan ia mengemudi,
tanpa sebab yang pasti aku telah menjatuhi hatiku kepadanya
namun, kini rasa sakit ku terima
saat mendengar rintih perut yang tak terisi
isak tangis yang membayangi malamku
kini, semua telah berbeda,
aku tak akan bisa kembali,
sebelum ia lelah mengemudi
atau mati ter tabrak martabak.
2017
SYAHDU BERGEMA
Syahdu…
Bergema…
Selayang pandang hiruk angin menggelitik bulu telinga,
Layar terkembang,pilu teraba
Sakit menderu, berpancang tiada arti yang mendesah
Khidmat nyanyian di sisiran pulau
Pantai berliuk-liuk
Tunjuk bokong, segera menancak
Mul mul bergemul bergemul
Haluan lari ketepi
Tunjuk dada selera meraba
Tanya rasa ; pahit, manis,asin, masam
Semua menjalar mengikuti darah yang berkiprah
Meliuk-liuk memandai dari sisi ketemu sisi
Aku mau satu
Pesan kelap-kelip mata pisau meraba-raba
Jari telunjuk tunjuk satu persatu
2017
MEREKA BILANG AKU GILA !
Seperti biasa pagi hari
Sampulan kata ku tata
Menangis,
Tertawa,
Marah,
Semua kusaji menjadi satu
Tanpa spasi
Tiada pula arti
Di kedai kopi yang teramat kecil
Di situ selalu sunyi
Padahal tempatnya begitu ramai
Hanya suaraku saja yang mengaum
Mengoceh-ngoceh dengan ciprat ludah kesudut-sudut meja
Mereka selalu berceloteh di belakang kursi
Katanya Aku Gila.
Ku pikir mereka sedang menghisap birahi
Bersama Wifi
Aku gila,atau mereka yang kesurupan
Atau kita yang mati !
2017
SURAT KALENG
Tak ada segelas kopi peneman,
untuk bersulang di malam ini,
sambil melihat kerlap-kerlip bintang yang berbisik antarnya.
Aku terima surat kecil berlambang dusta yang terselip,
Ini siapa yang mengirim tanpa ada nama yang terselip
Sayu mata membaca,
Redup manja kata yang di gores
Penuh luka dan bercak darah
Sepertinya tikaman kan menghampiriku, raut bintang mendadak pucat
Ia lari dan guntur berserak
Satu, dua, tiga, puih-puih terlontar.
Gelas ku hilang terbawa angin yang ikut kocar kacir
Kemana perginya !!!
Tanjungpinang,29 Januari 2017
TANPA ARWAH
Kaulah palu
Akulah paku
Kau tusuk aku,
Bersimbah darah
Kau matikan sekejap saja
tanpa bengkok
Lalu, kau jadi lupa
Setelah menang ,
kemudian tenang kepalamu
hatimu terus bergelisah
Kau matikan sekejap saja,
Setelah itu kau lenyap tanpa arwah
Tanjungpinang,08 Feb. 17
A
Tanpa A
Bagaimana aku,kau,lalu kita bermula
Tanpa dimana yang lain kan tercipta
Seperti kata pun latah,
mengucap tanpa menggunakan hati yang bijaksana
mana sajak,
mana kata,
kan hampa
ketuk hatiku jika kau temukan sebelumnya
jika hatiku tak membukanya,
mungkin kau salah alamat
Tanjungpinang,08 Januari 2017
CABE
Banyak cabe yang sedang ranum di zaman ini
naik turun menjadi hal biasa
kerap dijadikan isu belaka
biasanya cabe terpampang di kedai dan pasar Tradisonal
swalayan pun tak kalah juga
tapi kini cabe telah mewabah
di kemarok zaman
bermacam model terpampang di media sosial
banyak burung-burung berkicau-kicau tambah jempol
mix bersama sebotol jackdaniel
sudah mendapat cabe yang spesial
masih ranum dan segar
baru dipetik kemarin sore
apalagi hari yang terbilang kasih sayang hampir tiba
dan selepasnya libur mengundang
oh sedapnya disantak musim dingin ini
aku harap tiada hari yang menjempit
Tanjungpinang,13 Februari 17
BUAL PENGHANTAR MUAL
Pagi mengukir langit yang sedang bersetubuh bersama angin
Membanting ombak di sekujur tubuh perahu kecil
Aku terombang-ambing amuknya
Patah haluan, ku pergi ke darat dengan halusinasi yang masih tersimpan
Takkan lame lagi jika langit dah bersetubuh bersama angin,pijak mu takkan lagi di arung lautan
Matimu takkan lagi kerana perut yang melilit
Jika yang berdiri tegak,menopang mu kedalam wadah pengasin,yang ia buat dari rengek orang seperti mu di musim seperti ni, asal mulutmu tak terciprah hingga menjadi masin tuk mengkutuk negeri ini menjadi asin.
Kata-kata ku meracau bertentang sambil membawa rantang yang kerontang
Mungkin bantingan ombak masih berselimut di kepalaku
Ingat cerita kemaren aku dan temanku bercengkaram di warung kopi
“alamat perahu kan karam, di ujung situ pula kau berdiri meracau sendiri tanpa kau sedari,halusinasi sedang menertawakan kau”
Rasanya seperti itu pula yang kurasa kini,untungnya perahu ku tak sempat mengaram disana,jangan sampai rumahku yang menjadi sangsare di akhir klimaksnya alamat mati aku di dalam kandang
Tanjungpinang, 15 Februari 17
PENGEMBARA TUA
Pengembara yang menemani mengembara
Di adukan semen dan pasir yang menafkahi
Bersama rengit surya menderas sampai ujung kaki
Ia tak pernah ku lihat memakai catepilar atau sejenis boot anti
Apalagi sepatu pantofel yang selalu dikenakan pak-pak
Kelepak-kelepuk mungkin seperti itu bunyinya
Jika ada tikus di depan tevi selalu di lempar sendal jempit tuanya itu
Tae’ Patut perut ku tak pernah berisi
Sampai kulit menerawang tulang , sekujur tubuh bertungkus melututut,
Anak-bini perut membusung, kau seenak jidat melumat-lumat katanya dalam racau
Hati membathin jika selalu ia lontarkan kata dalam racaunya itu
Ini zaman nya ketika Tua
Bagaimana Zaman Aku esok
Mungkin…
Tanjungpinang,19 Februari 2017
Mohammad Oktavino, lahir di Tanjungpinang, pada tahun 1996. Saat ini berdomisi di Tanjungpinang,Provinsi Kepulauan Riau (KepRi) Beberapa karya puisi pernah terbit di media cetak lokal Tanjungpinangpos, Selain itu aktif mengikuti beberapa Organisasi dan juga tergabung ke dalam Forum Lingkar Pena Kota Tanjungpinang.