Puisi-Puisi Ivan Aulia
DIORAMA REALITA & MANUSIA
(1)
Kehilangan bukan berati mati
Hanya lenyap dimakan waktu
Ruangan dalam terasa kosong
Kejutnya seseorang sedang bermain gadget
Kopi membuat suasana nyaman
Lantas tiada yang datang
Hanya sebutir beras yang mewakilinya
Itu hasilnya tak cukup
Mengajak lebih dari itu
Hasilnya tetap tidak stabil
Riwayat semendang hujan
Yang mengundangmu pisah
Meresahkan kehidupan yang layak
Hanya terpaku larut malam
Bulan purnama telah berkenang
Sepanjang hayatmu
Diantara perbedaan yang diingkari
Duduk lalu mencemaskan sahabat
Hingga detik ini masih seperti yang lalu
(2)
Dibandingkan dengan jalan raya
Bukan saatnya macet berlama-lama
Hari pun berlompat serasa sepi
Liburan mengisi di Rumah
Atau mungkin berkampung pada suatu desa
Menginginkannya rindu dipucuk daun kota
Tetapi memerlukan pesan sementara
Untuk nanti
Menggelapkan mata
Beralih pada mimpi
Daripada mengucapakan sepatah dua kata
Berkelam pada senja
Mengejar siasat yang aneh
Mengumpat setiap sisi ke sisi
Terbentang purnama yang bertaburan bintang
Sayang mengiringi lagu sedihmu
Membangkitkan selera padamu
(3)
Gerimis mengosongkan jalan raya
Berani nekat melawan sakit
Angin menghembus dengan cepat
Berkeliaran di tempat penuh misteri
Mengancamkan nyawa terhadap gelap gulita
Menyongsong nasib riwayatmu
Terjebak pada membentur tubuh dan badan
Artinya sepi mengundang suara angin
Serta tangisan bayi terdengar hingga puluhan kilometer
Lalu Ibu mencemaskan anaknya
Kemudian pulang ke Rumah dengan paksa
Itulah kegerahan yang menimpa batang
Yang daripada itu benda tak mungkin ada
Melenyapkan menit ke menit
Membesungi jasad
Liang lahat akan mengundang ribuan
Manusia penuh kekal
Selamanya nyawa tak akan dipertimbangkan
Koin amal merampas secara Cuma-Cuma
(4)
Mengapa manusia telah lahir?
Karena mendirikan Adam sebagai nur dan cahaya
Diawali dengan bayi
Dia sambil mengiringi tangisan
Ditengah kesalahan yang fatal
Mengoles rindu dan kenangan seorang beliau
Jangan pergi bila tertinggal jauh
Betapa menunduk sebuah kemusnahan
Membendung demi sebutir gejora
Tak nyaman bila mengarungi musik melodi
Langit biru terbuka cerah
Bersiaplah untuk pergi
Membawa rindu dari perjalanan sang kekasih
Betapa selalu mengarungi hati
Lalu tak pasti menyongsong di hari fitri
Kini berjabat tangan
Dalam setiap tahun
Lalu mengucapkan kesalahan
yang direndamkan
Kegagalan pasti terlalui
Membuka aura sambut dengan pagi
Memelukmu sayang pada dia
Kinilah akhir dari perjumpaanmu begitu pasti
Percaya melimpahkan curahan dia
Surabaya, 6 Januari 2017
KAU AWAL DARI SEGALANYA
Ucapan ayah sebagai bahan canda tawa
Setiap hari terus menyahutiku
Lalu berbicara penuh apa adanya
Bagiku selalu berulang-ulang
Sampai memeluk dahi dan pipimu
Membentang purnama pada air sungai
Berteguhlah pada mutiara
Engkau tahu pasti memilih waktu
Tidak percaya perubahan yang dibendungi hati
Tersimpan dalam keseharianmu
Artinya tak bisa apa-apa
Bulu menggelitik kulitmu
Titik jenuh mengobati
Hanya terlibat sebuah kalimat
Mewarnainya rakyat dan kalangan lain
Surabaya, 6 Januari 2017
JANGAN ENGKAU PERGI
Ketika pertemuan berakhir
Terpisah selamat tinggal
Sesudah kenangan berjumpa
Lalu berlari lagi
Entah menjemputmu sampai kapan?
Siapakah yang mengantikanmu?
Aku atau dia
Pasti memilih bulan bintang bersatu
Jangan lepas dari genggaman tanganmu
Walau berjumpa dengan mimpi
Beralih pada pasti
Percaya selalu mengelupas sepanjang masa
Bersama kami
Memeluk sebuah penghargaan
Pergilah bila mati telah datang
Membawamu sebuah mutiara indah
Surga mengarungi firdaus ke dalam pancaran putih
Surabaya, 6 Januari 2017
SAHABAT BAHAGIA
: Ratna Wahyu Anggraini
(1)
Ketika nasi tumbuh
Saat senyum dan bahagia menjadi Satu
Kita adalah guru dan murid
Hanya mengajariku kebaikan
Tetap berbakti padamu
Tercurah pada pahlawan sang gadis
Bawalah bendera impian
Menghampiri gunung
Dengan berjalan kaki
Mendaki ke tapi awan demi sahabat kita
Bersama senyum mencurah hari
Setiap hari menghembuskan nafas
Walau terpisah
Apa meski menjadi harapan padamu
Luar adalah wanita hanya sekejap
Datang sebentar lalu hilang
Tali tetap mengikat
Terabadilah oleh ratu
Lalu pergi lagi menemuimu
Ingatlah pada satu
angin berhembus pada satu jari
(2)
Ketika pergi bersama
Serupa jalan yang belum fahami
Setiap jalan adalah gapaian ilmu
Terlaut oleh kota Surabaya
Bersatu tanpa sesat
Siasat berombak ke gelombang
Hanya angin lalu memandanginya
Bulan bintang bersentuhan pada malam
Karena memberi amanah
Seraya memakan nasi dengan berkah
Bukan saat melawan keluhan
Jangan berhenti terucap
Laksanakan tugas dari dia
Seraya misi mulia terbalas oleh Allah SWT
Muhammad berjiwa islam
Maka mengabadi satu anugrah
Hilanglah tandus darimu
Bawalah ke rumah
Surga mendatangilah kau
Terembun pada senyum
Semua orang karena bahagia sama kau
Bagaikan sabda Rasul bersujud
Lalu berterima kasih pada kalian semua
Menarilah demi kemenangan
Maka selamatlah dari senja
Karena bersatu padu
Demi menghempaslah akar tunas
Hikmahlah setiap kehidupan
Bernoda pada baju
Bercucilah sebelum malam
Tertidur dengan nafas segar
(3)
Guru dan murid masih bersatu
Bukan seperti di sekolah
Melainkan bermainlah dengan pena
Organisasilah tetap berdiri
Bersilahkan untuk bergerabah pada batu bata
Mengambarkan manusia yang sedang senyum
Daripada marah terpedas oleh cabai
Berdataran bersama satu genggaman
Tidak bergetah padu
Ada malaikat yang memberimu makan dan minum
Atau sekedar melebihi berkatnya
Peduli dengan sesama
Terus terang tidak pernah beramarah
Menghayati sang perempuan
Bergenta pada suatu melontarkan sepucuk suara
Dari dahulu justru berlampias pada sabdamu
Itu yang terhilang oleh hari
Tanpa berbilang bahwa “Jangan Lupa berbahagia”
Surabaya, 8 Januari 2017
GURU PUISI SEJATI
: Ihdina Sabili
Puisi beralir pada syahdu
Bersinergi dengan kata-kata
Memikat pada tali berlampias pada lampion
Seperti suara dengarkan aku
Apa katanya “Ku tata hatimu”
Bersyair tanpa henti
Meski perempuan berbenah pada seikat benang
Berukir dengan bait-bait
Terpenuhi segulai garis dari kalimat ke kalimat
Kuatkan diksi yang murni
Tatapan jendela selalu menantimu
Bermuara pada laut bintang
Inginlah yang engkau padu
Jangan bosan berilmu
Terus menerus sampai saat tiba
Melampui lampu yang menerangi mimpi
Surabaya, 8 Januari 2017
CINTA SELAPIS KUE TART
: Agustha Ningrum
Bersembahkan kue lapis
Bercampur dengan ulang tahun
Bukan saat mengoles krim ke wajah
Melainkan perang tepung
Bertaburan di bagian yang suka
Tidak rasanya umur telah panjang
Bercerita tentang kawan
Aku suka sama sahabat
Terlezat dalam kue
Makanlah dengan suka hati
Mencurahkan dari warna pelangi
Cinta tak akan henti
Bila dilempar sampai berbalas senyum
Jangan bosan denganku
Jadi sekadar cara yang enak untukku
Cantik berlampias pada pelangi
Surabaya, 8 Januari 2017
GADIS TERMUNGIL
: Putri Anggraeni Dika
Memeluk boneka Winnie the Pooh
Dia gadis tak berolahraga
Segala tidak bisa mengambil dengan tinggi
Terbilang malas makan setiap hari
Kadang bosan dengan wanita kecil
Seperti terusil oleh pria jahil
Mendorong tembok oleh Poo
Letih langsung berbaring di Kasur
Memeluk kain yang lembut
Tidurpun susah
Inilah langkah senyum untuk putri yang tercinta
Hanya cerita tentang si kecil dengan boneka
Itulah kebiasaan favorit untuk perempuan manis
Membenah pada pipimu
Surabaya, 8 Januari 2017
Ivan Aulia, nama pena dari M Ivan Aulia Rokhman. bergiat di FLP Surabaya dan Remas Al-Akbar Surabaya. Kelahiran Jember, 21 April 1996. Menulis Puisi, Prosa dan Resensi Tulisanku pernah di publikasikan yaitu Duta Masyarakat, Koran Pantura, Kabar Madura, dan Media lainnya. Saya seorang penulis ditengah berkebutuhan khusus (Disabilitas). Email : mivanauliarokhman@gmail.com Facebook : M Ivan Aulia Rokhman