Puisi-Puisi Wiekerna Malibra
KERANDA ILALANG
Aku merangkai keranda ilalang
dengan cinta yang nyaris hilang
di tengah badai taufan
Angan-angan mendoktrinkan gairah
membenamkan luka di benakku yang lelah
dan tertawa saat kabut pasang
aku diam, menanti bintang
sementara angan-angan menari kegirangan
di keranda ilalang yang kurangkai
Sepi mencekam, gerimis menderai
tetestetesnya menghadirkan beku
aku, kaku.
namun, ku harap
kau datang dengan sekuntum ilalang
mereguk sepiku, mengusung lelahku
dengan keranda ilalang
: Ayah,
meratapi kenangan yang senyap
cintaku pun jatuh bersama airmata Ibu.
Jati Warna, 281214, *satu tahun kepergian ayah.
REALITA ILALANG
Aku mencaci kekosongan,
meratapi yang telah hilang
namun percuma,
sbab Matahari itu tak mungkin kembali
kabut malam telah mengambil jasadnya
Sementara aku, pudar, berkawan sunyi
mengubur diri dalam ilalang.
Namun kenangan tak’kan terlepas
mengingatnya membuat jiwa semakin panas
setelah Kau sayat dengan cerita tentang hidup yang ganas
Pun aku menepikan harap, mendiamkan Engkau
menjadi abadi dalam kalbu ini.
Karena Engkau,
Aku memaknai hidup dalam Shalawat
menungguMu datang dengan segala keajaiban,
biar pun jiwa menggigil, dingin mencambuk perasaan,
sebab dosa yang bertuba menyelungkupi raga.
Sementara bibir tak mampu sebut namaMu,
Kupacu jiwa mengeja Istighfar
maafkan aku telah melupakan Engkau
tinggalkan Engkau dalam hening, di Arsy-Mu.
Aku tahu, mati itu pasti,
Kutahu cintaku pun sudah lebih dulu pergi
dan menungguku di penghujung mimpi
Realita, aku mau bertemu cinta yang pasti
: CintaMu, Allahu Robbul Ijjati.
/1/
Setangkup haru dan rindu yang membuncah
pada Ayah yang telah pergi ke alam entah.
Kehidupan dan kematian hanyalah gejolak takdir
tak seorang pun yang tahu batas waktuNya.
Fajar Merekah, 010114, *3 hari kepergian ayah.
KUPUKUPU DAN ILALANG
Seekor kupukupu bertanya pada ilalang
: apakah makna hidup bagimu?
ilalang menjawab dengan lugu
hidup bagiku adalah
tetap kokoh di atas keringnya tanah
walau kakikaki serakah terus menginjakku
Kupukupu kembali bertanya,
: apakah cinta menurutmu?
ilalang menjawab seraya tersipu
cinta bagiku adalah
tetap hidup di antara ratusan bunga indah
walau indahnya diriku tak terlihat
hingga sang cinta berkata padaku :
tak kubiarkan sarimu meluruh oleh waktu
karena ketegaranmu adalah perisai bumiku.
Jati Warna, 270909, *selamat hari lahirku.
ODE BULAN
Bulan yang Ibu,
Sudikah engkau masuki gulita malamku,
Menjenguk sepiku,
Menengok mimpiku
Lalu ucapkan ‘selamat malam’
Lewat cahya emasmu,
Murni;
Dan aku pun merenung tentang hidup!
Jatiwarna, 131216. 23.50 wib, *selamat malam-selamat tidur,bu.
SAJAK JIWA
Jiwaku menggigil, ya Rabbi
pucat, pasi. Entah bagaimana mulanya,
Kuserahkan sisa potongan masa silam
sementara aku belum paham
Siapa lagi yang akan menyayat nafasku
mengoyak luka lamaku
menggali riwayatku,
menganiaya buku harianku
dan membantai sejarahku
Riwayat kukebumikan rapat di pusara waktu
sementara aku belum paham
ketika Engkau memucatkan jiwaku
menambah catatan buku harianku,
sebelum kutumpuk menjadi: Monumen Abadi!
*Jati Warna, 141216, 00:45 wib.
*Wiekerna Malibra bergabung dengan FLP Jakarta tahun 2008. Antologi Cerpen terbarunya “Wak Ali dan Manusia Lumpur”, bersama para penulis FLP Jakarta, 2016. Cerpen lainnya dimuat Majalah Sekar dan Story juga dalam Kumpulan Cerpen Anak Puput Happy Publishing, 2012. Juara III Lomba Cerpen QLC Trenggalek 2010. Juara I Lomba Cerpen Inaugurasi Pramuda FLP Jakarta 2008.
Puisi-puisi Antologinya : “Kumpulan Puisi Kopi 1,550 mdpl”, “Cimanuk, Ketika Burung-Burung Kini Telah Pergi”, “Ije Jela”, “Puisi Peduli Hutan” dan “Arus Puisi Sungai”, semuanya di tahun 2016. “Dari Negeri Poci 6: Negeri Laut”, 2015. “Puisi Kartini 69 Perempuan Penyair Indonesia”, 2012. Kumpulan Puisi TKI 2012, dan 4 kumpulan puisinya pernah dimuat www.kompas.com (2010-2012). Resensi Tertajam Novel Casuarina, 2009 dan Resensi “Munir, Cermin Yang Mewariskan Keberanian (Radar Malang). Esai-nya dalam antologi “Guru Kehidupanku”, 2011 dan “24 Jam Sebelum Menikah”, 2009.
I really liked your post.Really looking forward to read more. Awesome.