Bernafaskan Jarak – Sepilihan Puisi Yoga Permana Wijaya
Rerumputan Liar
Tatapanmu begitu liar
Seliar angin malam
Malam yang dingin
Dingin yang membuatku ingin
Ingin yang mencumbu
Cumbuan sederu napasku
Napasku memelukmu, seperti hujan menggugurkan dedaunan kering, yang jatuh mencium bumi dengan senyuman.
Senyuman anggun penuh kesadaran, dimana titik kesejukan akan melapukan mereka menjadi humus tempat rumput-rumput liar menari riang, meliuk tertiup semilir udara pada suatu saat.
Saat angin berhembus mesra bersama pijakan kaki-kaki mungil anak kita, yang berlarian di atas hamparan basah hijaunya.
Jakarta, 03 Juni 2016
Puisi Yang Jatuh Pada Ingatan: Lampau
Aku berjalan sendiri
di tengah riang sunyi
Menanam syair
Pada gedung-gedung tua
Yang berdiri kokoh sejak ratusan tahun
Ada kamu yang terlampir
Pada lembaran sejarah kehidupanku
Berakar ke bumi hatiku
Yang belukar
Kini tinggal lapukan sisa
Puing-puing berserakan
Entah kan kubuang jauh
Atau aku daur menjadi bangunan lainnya
Atau biarlah aku museumkan saja,
sebagai kenangan antik yang purba.
Kota Tua, 04 Juni 2016
Bernapaskan Jarak
Jika jarak adalah nyawa
Maka aku bersedia mati hanya untuk memelukmu
Namun aku tetap hidup, karena jarak hanya sekedar jauh dekatnya raga
Bukan bentangan hati kita yang memang saling memeluk mesra.
Jika ikatan adalah pengekang
Maka aku bersedia dibelenggu untuk menjalin cinta hanya denganmu
Tapi aku tetap bebas
Karena ikatan tak pernah memenjarakanku,
lepas bersama kesukarelaanku
Seperti tiap napas yang berhembus,
menjadi naluri yang tak perlu kupikirkan lagi.
Yang aku sadari
Aku terkekang jika tak bisa bernapas
Dan aku,
hilang nyawa bila kau pergi menjauh.
Sukabumi, 08 Juni 2016
*Yoga Permana Wijaya. Lahir 31 Maret 1989. Meski baru serius menulis cerpen dan puisi pada akhir 2015, karya-karyanya dapat dinikmati dalam puluhan buku antologi bersama. Kenali penulis melalui blog sederhannya di http://yogapermanawijaya.wordpress.com
Credit Image: https://s4.scoopwhoop.com/anj/sfwes/330558587.jpg